Tanam Sasi: Upacara Kematian dan Kearifan Lokal Suku Marind di Merauke
Tanam Sasi adalah Upacara adat untuk mengurangi kematian di Merauke, dengan menanam sejenis kayu saat kematian mencapai 40 hari dan mencabutnya setelah 1000 hari.
Upacara ini melibatkan penanaman kayu sebagai simbol, yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat suku Marind. Tradisi ini tidak hanya menjadi cara untuk mengungkapkan rasa sedih, tetapi juga sebagai sarana untuk mengatur penggunaan sumber daya alam.
Di sini LAND SCAPE INDONESIA akan mengupas tuntas Tanam Sasi, sebuah upacara adat kematian yang sarat makna dan kearifan lokal dari suku Marind di Merauke, Papua.
Asal-Usul dan Makna Tanam Sasi
Tanam Sasi berasal dari suku Marind atau Marind-Anim yang mendiami wilayah dataran luas Papua Barat. Kata “Anim” berarti laki-laki, dan “anum” berarti perempuan, dengan jumlah penduduk sekitar 5000-7000 jiwa. “Sasi” adalah sejenis kayu yang menjadi media utama dalam upacara adat kematian.
Kayu yang digunakan memiliki makna simbolis, melambangkan kehadiran roh nenek moyang, keadaan hati masyarakat Papua, simbol kepercayaan, dan lambang keindahan. Upacara ini menjadi pemberitahuan bagi masyarakat bahwa ada yang meninggal di desa tersebut.
Kayu yang ditanam bukan kayu sembarangan, tetapi kayu yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat suku Marind. Ukiran pada kayu melambangkan kehadiran roh nenek moyang dan sebagai tanda keadaan hati masyarakat Papua.
Selain itu, ukiran tersebut menjadi simbol kepercayaan masyarakat terhadap motif manusia, hewan, tumbuhan, dan motif lainnya, serta sebagai lambang keindahan yang merupakan perwujudan dari hasil karya seni. Upacara adat ini juga menggambarkan rasa sedih bagi keluarga yang berduka.
Dukung Timnas Indonesia, Ayo nonton GRATIS pertandingan Timnas Garuda, Segera DOWNLOAD APLIKASI SHOTSGOAL
Prosesi dan Simbolisme Upacara
Upacara Tanam Sasi melibatkan beberapa tahapan penting, dimulai dengan penanaman kayu Sasi selama empat puluh hari setelah kematian seseorang. Kayu tersebut kemudian dicabut kembali setelah 1.000 hari ditanam. Dalam upacara ini, ditampilkan tarian tradisional khas Papua yang disebut tari Gatsi, diiringi alat musik tradisional Tifa.
Tarian ini bermakna agar warga suku Marind selalu patuh terhadap aturan adat dan menjaga tradisi serta budaya agar tetap berkembang. Selain itu, terdapat ritual tambahan seperti mengolesi jenazah dengan bahan alami hingga berwarna hitam, memposisikannya dalam keadaan duduk di perapian, dan memotong ruas jari tangan sebagai lambang kepedihan mendalam atas keluarga yang meninggal.
Pemotongan ruas jari ini, meskipun dinilai tidak wajar dari sisi kemanusiaan, merupakan simbol kerukunan keluarga dan kesetiaan kepada keluarga yang telah meninggal. Masyarakat Papua, yang mayoritas beragama Katolik, tetap melaksanakan upacara adat ini karena hukum adat di sana masih kuat dan harus dikerjakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Baca Juga: Kepulauan Mentawai: Keajaiban Alam dan Budaya di Barat Sumatra
Dampak Sosial dan Budaya
Tanam Sasi memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat Merauke, terutama dalam pelestarian budaya dan identitas suku Marind. Upacara ini berdampak pada hasil ukiran kayu khas Papua yang terkenal hingga mancanegara. Selain itu, Tanam Sasi berfungsi sebagai tanda keadaan hati masyarakat Papua, seperti menyatakan rasa sedih dan bahagia.
Tradisi ini juga berperan dalam mengatur penggunaan sumber daya alam, dengan sistem larangan pengambilan sumber daya alam untuk jangka waktu tertentu. Namun, ada pandangan bahwa beberapa kegiatan dalam upacara ini, seperti memotong jari, dinilai tidak manusiawi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan karena alat yang digunakan tidak steril.
Meskipun demikian, masyarakat setempat tetap menjaga tradisi ini sebagai bagian dari kearifan lokal dan upaya melestarikan budaya.
Tantangan di Era Modern
Di era globalisasi, Tanam Sasi menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan gaya hidup dan menurunnya minat generasi muda terhadap budaya lokal. Pengaruh globalisasi dan perubahan sosial dapat mengancam kelangsungan praktik ini. Selain itu, tekanan dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan juga dapat mempengaruhi keberhasilan Tanam Sasi.
Kondisi cuaca yang tidak stabil atau perubahan dalam pola migrasi spesies laut bisa mempengaruhi efektivitas dari praktik ini. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya pengintegrasian teknologi modern untuk pemantauan dan pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu, penting untuk terus melakukan pendidikan tentang pentingnya konservasi sumber daya alam laut dan manfaat dari tradisi Tanam Sasi, terutama di kalangan generasi muda. Dukungan dari pemerintah dan lembaga non-pemerintah juga sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan tradisi ini.
Kesimpulan
Tanam Sasi adalah upacara adat kematian yang unik dari suku Marind di Merauke, Papua, yang kaya akan makna simbolis dan nilai-nilai budaya. Meskipun menghadapi berbagai tantangan di era modern, tradisi ini tetap dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari identitas masyarakat setempat.
Dengan upaya pelestarian yang berkelanjutan dan adaptasi terhadap perubahan zaman, Tanam Sasi dapat terus menjadi warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang. Dapatkan informasi menarik lainnya mengenai budaya-budaya yang ada di indonesia dengan lengkap hanya di LAND SCAPE INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari id.theasianparent.com
- Gambar Kedua dari archipelagoid.com