Nasi Tumpeng – Simbolisme Mendalam Dalam Sajian Ikonik Indonesia
Nasi Tumpeng, lebih dari sekadar hidangan, adalah representasi visual dari filosofi Jawa yang kaya dan mendalam.
Hidangan ini, dengan bentuknya yang menjulang dan hiasan lauk-pauk yang beragam, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan dan tradisi di Indonesia. Artikel LAND SCAPE INDONESIA ini, akan mengupas tuntas sejarah, makna filosofis, variasi, dan cara penyajian nasi tumpeng yang menjadikannya ikon kuliner Indonesia.
Asal-Usul dan Sejarah Nasi Tumpeng
Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam arwah leluhur. Masyarakat Jawa, Bali, dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan peristiwa penting seperti kelahiran, ulang tahun, dan syukuran lainnya.
Bentuk kerucut nasi tumpeng terinspirasi dari bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi dalam kepercayaan Hindu. Setelah masuknya Islam ke Jawa, tradisi tumpeng diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa. Dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam tradisi kenduri Slametan masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan pengajian Al Quran sebelumnya. Menurut tradisi Islam Jawa, “Tumpeng” merupakan akronim dari “yen metu kudu sing mempeng” (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh).
Lauk-pauknya berjumlah tujuh macam, yang dalam bahasa Jawa disebut “pitu,” bermakna “pitulungan” (pertolongan). Tiga kalimat akronim ini berasal dari doa dalam surah al Isra’ ayat 80, memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar memperoleh kebaikan, terhindar dari keburukan, dan memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan.
Dukung Timnas Indonesia, Ayo nonton GRATIS pertandingan Timnas Garuda, Segera DOWNLOAD APLIKASI SHOTSGOAL
Filosofi dan Simbolisme Nasi Tumpeng
Nasi tumpeng bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol keberuntungan, keberlangsungan hidup, kesatuan, dan kerukunan. Bentuk kerucutnya melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penempatan tumpeng dan lauk-pauknya menyimbolkan gunung dan tanah subur yang dikelilingi gunung, yang dikaitkan dengan tempat yang dinilai sakral oleh masyarakat Jawa.
Nasi yang menjulang ke atas merupakan harapan agar kehidupan meningkat. Lauk-pauk yang menyertai nasi tumpeng juga memiliki makna filosofis tersendiri. Telur rebus melambangkan perencanaan tindakan agar selamat dan sukses. Ayam bumbu kuning adalah simbol pelindung dari sifat buruk seperti sombong dan angkuh.
Ikan teri menggambarkan gotong-royong. Urap, terdiri dari berbagai macam sayur, memiliki makna kehidupan yang tentram, kreativitas, dan adaptasi dalam setiap situasi. Secara umum, filosofi tumpeng berkaitan dengan perwujudan nilai toleransi, keikhlasan, kebesaran jiwa, dan kekaguman atas kebesaran Tuhan.
Variasi Nasi Tumpeng di Indonesia
Terdapat berbagai variasi nasi tumpeng yang disesuaikan dengan acara dan tradisi masing-masing daerah. Beberapa variasi tersebut antara lain:
- Tumpeng Robyong: Disajikan pada upacara siraman pernikahan adat Jawa, diletakkan di dalam bakul dengan sayuran, telur ayam, terasi, bawang merah, dan cabai di puncaknya.
- Tumpeng Nujuh Bulan: Digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan, terbuat dari nasi putih dengan satu kerucut besar di tengah dan dikelilingi enam tumpeng kecil lainnya.
- Tumpeng Pungkur: Disajikan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Terbuat dari nasi putih dengan lauk-pauk sayuran, dipotong vertikal, dan diletakkan saling membelakangi.
- Tumpeng Putih: Warna putih pada nasi menggambarkan kesucian, digunakan untuk acara sakral.
- Tumpeng Nasi Kuning: Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral luhur, digunakan untuk syukuran acara gembira seperti kelahiran, pernikahan, dan tunangan.
- Tumpeng Nasi Uduk: Disebut juga tumpeng tasyakuran, digunakan untuk peringatan Maulud Nabi.
- Tumpeng Seremonial/Modifikasi/Variasi: Digunakan sebagai tumpeng hantaran untuk acara keluarga.
- Selain variasi di atas, Serat Centhini menyebutkan sembilan rupa tumpeng yang disiapkan sebagai sajen dalam pertunjukan wayang kulit dan ruwatan, seperti tumpeng tutul, tumpeng lugas, tumpeng kendhit, dan lainnya.
Baca Juga: Sate Ayam Kuah: Kelezatan Kuliner Indonesia yang Menggugah Selera
Cara Penyajian dan Makna Lauk-Pauk
Tumpeng biasanya disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang. Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng, tetapi beberapa yang umum antara lain perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/goreng, timun, dan daun seledri.
Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin, atau lele goreng. Dalam makna tradisional, dianjurkan lauk-pauk terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, ikan bandeng, atau rempeyek teri). Dan sayur-mayur (kangkung, bayam, atau kacang panjang), yang masing-masing memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, terhormat, dimuliakan, atau dituakan sebagai rasa hormat. Kemudian, semua yang hadir diundang untuk menikmati tumpeng bersama-sama sebagai wujud syukur, terima kasih, kebersamaan, dan kerukunan.
Kesalahan dalam memotong tumpeng sering terjadi, seperti memotong bagian atas secara horizontal, yang dianggap keliru karena memutus penyatuan antara Tuhan dan hamba-Nya. Cara yang benar adalah membelah tumpeng dari dasar ke puncak, memisahkan menjadi dua. Kemudian dikeduk dari bawah ke atas agar bagian bawah dan atas menyatu sebelum dibagikan.
Tumpeng di Era Modern
Di era modern, tumpeng tetap relevan dan sering digunakan sebagai pengganti kue ulang tahun. Lomba merias tumpeng juga sering diadakan, terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta, untuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Kreasi dan modifikasi tumpeng terus berkembang, menunjukkan bahwa tradisi ini tetap hidup dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Kesimpulan
Nasi Tumpeng adalah warisan budaya Indonesia yang kaya akan makna filosofis dan simbolisme. Lebih dari sekadar hidangan, tumpeng adalah representasi visual dari nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Seperti rasa syukur, kebersamaan, dan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan dan sesama.
Dengan berbagai variasi dan cara penyajian yang terus berkembang, nasi tumpeng tetap menjadi ikon kuliner yang relevan dan dicintai dari generasi ke generasi. Setelah memahami keindahan dan makna mendalam Nasi Tumpeng, jangan lewatkan artikel kami lainnya yang mengupas tuntas kekayaan kuliner Nusantara lainnya di LAND SCAPE INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.ciputra.ac.id
- Gambar Kedua dari foodspot.co.id