Tradisi Kebo-Keboan – Manusia Berdandan Seperti Kerbau
Tradisi Kebo-keboan merupakan tradisi yang sudah dilakukan selama 300 tahun yang lalu, lebih tepatnya di abad 18. Tradisi ini diadakan di Banyuwangi, Jawa Timur. Meski namanya kebo-keboan, namun tradisi ini tidak menghadirkan hewan kerbau melainkan manusia yang berdandan seperti kerbau.
Tujuan Upacara adat kebo-keboan
Tradisi ini dilakukan setiap di awal bulan Suro sebagai rasa syukur masyarakat Suku Osing kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang berlimpah dan harapan agar dapat menghasilkan panen melimpah di tahun berikutnya.
Selain itu untuk menangkal wabah penyakit dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan keselamatan. Atau sering dikenal sebagai upacara bersih desa agar masyarakat terhindar dari bahaya. Serta memohon agar dijauhkan dari gangguan dan cobaan yang menimpa masyarakat.
Baca Juga : Fahombo Tradisi Lompat Batu Asal Nias, Yang Mendunia
Ritual Kebo-keboan dilaksanakan di Desa Aliyan dan Desa Alasmalang.
Desa Aliyan terletak di Kecamatan Rogojampi, sedangkan Alasmalang di Kecamatan Singojuruh. Upacara Kebo-keboan masih dipertahankan kareana memiliki sejarah panjang dan berkaitan dengan kisah Buyut Karti.
Pada abad ke-18 Masehi semasa hidup Buyut Karti saat itu, ada ancaman wabah penyakit yang sulit disembuhkan oleh siapapun. Hingga suatu saat Buyut Karti mengaku mendapatkan wangsit (petunjuk) untuk menggelar upacara bersih desa. Dalam wangsit itu, para peserta dalam upacara tersebut harus berdandan layaknya hewan kerbau jadi semua peserta harus dirias seluruh badannya.
Pemilihan kerbau ini dimaknai sebagai “teman” petani pada saat membajak sawah. Buyut Karti kemudian menyampaikan wangsit yang diterimanya itu kepada warga masyarakat dengan penuh keyakinan. Setelah menerima penjelasan dan disepakati bersama, Buyut Karti dengan sejumlah petani berdandan layaknya kerbau dan hal itu kemudian menjadi tradisi hingga saat ini.
Kebo-keboan Menjadi Wisata Adat di Desa Aalsmalang
Pelaksanaan tradisi di kedua desa ini secara umum sama, namun ada beberapa perbedaan sedikit di antara dua desa ini. Di Desa Alasmalang, Kebo-keboan tidak hanya sebagai upacara adat saja namun juga dijadikan sebagai daya tarik wisata.
Pelaksanaan Upacara Kebo-keboan di Alasmalang biasanya secara umum dilaksanakan dalam tiga tahapan. Tahap pertama, masuk dalam acara berupa selamatan dengan 12 tumpeng, lauk-pauk, jenang sengkolo, dan 7 porsi jenang suro. Jumlah sajian yang disediakan memiliki makna yang berbeda-beda. 12 tumpeng melambangkan 12 bulan dalam satu tahun, dan lima porsi jenang sengkolo melambangkan hari pasaran dalam kalender Jawa dan 7 porsi jenang suro melambangkan 7 hari dalam satu minggu.
Tumpeng itu kemudian dimakan secara bersamaan di sepanjang jalan desa yang siap dipake untuk perarakan. Selain itu, para tetua desa juga siap melakukan ritual di beberapa tempat keramat seperti Watu Laso, Watu Gajah, dan Watu Tumpeng. Tahap kedua, yaitu mengarak 30 manusia kerbau yang sudah ditunjuk mengelilingi empat penjuru desa yang dipimpin tokoh adat.
Di belakang arak-arakan manusia kerbau tersedia kereta yang akan digunakan oleh Dewi Sri, yaitu lambang dewi padi dan kesuburan. Tahap ketiga atau terakhir yaitu penanaman benih padi oleh manusia kerbau yang sudah dirias.
Pelaksanaan Kebo-keboan di Desa Aliyan Kental Adat
Sementara di Desa Aliyan, upacara Kebo-keboan relatif lebih kental aturan adatnya dan selalu dilakukan secara terstruktur. Pelaksanaan di Desa Aliyan melewati lima tahapan.
Pertama tahap persiapan, dimana dalam tahap ini dilakukan pemasangan umbul-umbul di sepanjang jalan desa. Kedua, yaitu membuat kubangan yang lokasinya disesuaikan dengan rute arak-arakan manusia kerbau.Kubangan dalam tradisi kebo-keboan ini melambangkan tempat persemaian padi yang akan menghasilkan butir-butir beras dari hasil panen.
Ketiga, membuat gunungan hasil bumi. Gunungan ini biasanya berisi buah-buahan dan hasil bumi lain yang melambangkan kesejahteraan. Keempat, ider bumi yaitu tahap dimana manusia kerbau diarak ke seluruh penjuru desa. Kelima, tahap penutup atau biasa disebut ngurit, yaitu seorang tokoh berperan sebagai Dewi Sri dan bertugas memberikan benih padi kepada ketua adat.
Kerbau adalah simbol tenaga andalan para petani
Kerbau juga merupakan binatang yang dekat dengan kebudayaan agraris. Dalam kehidupan agraris, kerbau dan sapi sama-sama merupakan binatang yang sangat membantu para petani untuk mengolah sawah. Kalau dilihat secara langsung, pada umumnya, kerbau lebih kuat daripada sapi. Sehingga, tradisi ini dinamakan kebo-keboan bukan sapi-sapian. Tradisi ini dilaksanakan 1 kali dalam setahun. Lebih tepatnya diadakan pada bulan Muharam atau Suro menurut penanggalan Jawa, yang biasanya jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Suro land-scape.id.